Oleh: Tâjuz Zuhud | Asisten Direktur Aswaja NU Center Pakong

Salah satu jurus andalan kelompok di luar Ahlussunnah untuk menggilas amaliah keseharian warga Nahdhiyin adalah menganggap bid'ah setiap amaliah atau ibadah yang tidak disinggung dalam al-Quran maupun yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dan ulama salaf as-salih. Anggapan ini merupakan perspektif yang buram dan perlu dijernihkan kembali.

Tidak Disebut Dalam al-Quran Bukan Berarti Bid’ah!
Syaikh Yusuf Khatthar dalam kitabnya Mausu'ah al-Yusufiyah menjabarkan; meskipun tidak di sebut dalam al-Quran bukan berarti tergolong perbuatan bid’ah yang sesat, bisa jadi amaliah tersebut merupakan dispensasi dari Allah Swt. Sebagaimana sabda Nabi ;
مَا أَحَلَّ اللهُ فِيْ كِتَابِهِ فَهُوَ حَلالٌ وَمَا حَرَّمَ اللهُ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ فَاقْبَلُوا مِنَ اللهِ عَافِيَتُهُ فَإنَّ اللهَ لَمْ يَكُنْ ليَنْسَى شَيْئًا ثُمَّ تَلا "وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيَّا"
“Apa yang dihalalkan allah dalam kitabNya maka halal, apa yang diharamakan Allah maka haram, dan apa yang tidak dikomentarinya maka dispensasi. Maka terimalah dispensasi dariNya. Karena Allah tidak pernah lupa. –lalu beliau membaca ayat ini- “Dan tidaklah tuhanmu lupa”. (HR. Baihaqi, Hakim, al-Bazzar dan at-Tabari)

Dari hadis ini dapat dimengerti, tidak sedikit amal saleh yang bisa dilakukan di luar dalil al-Quran secara jelas dan terperinci.

Tidak Dilakukan Nabi Bukan Berarti Sesat!
Pun demikian, tidak semua yang tidak dilakukan Nabi Saw langsung divonis bid'ah yang sesat. Tidak jarang beliau meninggalkan atau menolak sesuatu karena berbagai alasan manusiawi seperti ulasan berikut ini.

Tidak sesuai selera
Seperti penolakan Nabi saat ditawari daging dhob (sejenis biawak). Kemudian Khalid bin Walid Ra. bertanya "Apakah hewan ini haram wahai Rasulullah?" kemudian Nabi Saw menjawab;
لَا وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ
"Tidak, hanya saja binatang tersebut tidak ada di daerahku, aku merasa jijik padanya" (HR. Bukhari dan Muslim)

Lupa [tidak sengaja]
Ketika Nabi Saw lupa dalam salat dan ditanya "Apakah ada hukum baru dalam salat?" beliau menjawab;
إِنَّهُ لَوْ حَدَثَ فِي الصَّلَاةِ شَيْءٌ لَنَبَّأْتُكُمْ بِهِ وَلَكِنْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي
"Sungguh andai ada hukum baru dalam salat akan aku beritahu kalian, namun aku hanyalah seorang manusia seperti kalian. Aku bisa lupa seperti kalian. Jika aku lupa maka ingatkanlah aku" (HR. Bukhari dan Muslim)

Khawatir akan diwajibkan bagi umatnya
Seperti Nabi Saw tidak keluar untuk salat tarawih pada malam ketiga atau keempat lalu pada pagi harinya beliau bersabda;
قَدْ رَأَيْتُ الَّذِى صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِى مِنَ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّى خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ
"Sungguh aku telah mengetahui apa yang kalian lakukan dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar bersama kalian. Hanya saja aku khawatir akan diwajibkannya atas kalian" (HR. Bukhari dan Muslim)

Juga, sengaja meninggalkannya Nabi Saw terhadap salat sunah setelah Asar di masjid, sebagaimana dijelaskan oleh istri kesayangan beliau, Sayyidah Aisyah Ra  yang dikutip oleh Imam Bukhari dalam hadis Shahihnya;
وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيهِمَا وَلَا يُصَلِّيهِمَا فِي الْمَسْجِدِ مَخَافَةَ أَنْ يُثَقِّلَ عَلَى أُمَّتِهِ وَكَانَ يُحِبُّ مَا يُخَفِّفُ عَنْهُمْ
“Nabi melaksanakan salat sunah dua rakaat (setelah asar) namun beliau tidak melakukannya di masjid, sebab takut memberatkan terhadap umatnya. Sedangkan beliau lebih suka sesuatu yang meringankan mereka”

Belum terbesit di hati Nabi Saw
Dulu Nabi Saw ketika khotbah Jum’at menggunakan batang kurma dan belum terpikirkan untuk menggunakan kursi. Lalu sahabat mengusulkan untuk membuat mimbar dan Nabi menyetujuinya. Sebab hal itu lebih memungkinkan untuk didengar jamaah.

Tercakup dalam keumuman ayat
Nabi Saw tidak melakukan beberapa kesunahan seperti salat Duha dan kesunahan yang lain karena telah termuat dalam ayat al-Quran;
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan" (QS. al-Haj:77)

Menjaga perasaan orang lain
Seperti sabda beliau pada istrinya, Aisyah;
لَوْلاَ أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيثُو عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ - أَوْ قَالَ بِكُفْرٍ - لأَنْفَقْتُ كَنْزَ الْكَعْبَةِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
"Andai saja masyarakatmu tidak dekat dengan zaman jahiliyah -atau beliau berkata 'kekufuran'- niscaya aku alokasikan kekayaan ka'bah pada kepentingan perang" (HR. Muslim)

Oleh karenanya setiap hal yang tidak pernah dilakukan Nabi Saw tidak rasional jika divonis bid’ah maupun haram. Sebab, beliau meninggalkannya mungkin karena salah satu alasan di atas. Bahkan, sejarah tidak pernah mencatat -baik dari hadis maupun atsar- yang menjelaskan bahwa yang tidak dilakukan Nabi Saw berarti haram maupun makruh.

Tidak Dilakukan Ulama Salaf Bukan Berarti Bid’ah!
Sebagian argumen Wahabi untuk merongrong keyakinan orang awam adalah menvonis bid’ah setiap amaliah yang tidak dilakukan pada generasi salaf. Padahal tidak menutup kemungkinan ulama salaf meninggalkannya disebabkan beberapa faktor. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syafi’I Ra;

“Setiap hal yang mempunyai landasan syara’ maka bukan bid’ah, walaupun tidak dilakukan oleh golongan salaf. Mereka tidak melakukannya karena terkadang ada udzur saat itu, ada yang lebih utama atau pengetahuan tentang hal tersebut belum sampai pada mereka”

Kini sudah ada titik terang, bahwa setiap hal yang tidak di sebut dalam al-Quran maupun yang tidak dilakukan Nabi Saw dan ulama salaf bukan berarti bid’ah yang sesat. Ditinjau apakah amaliah tersebut ada dalilnya atau tidak. Jika ada dalil yang melegalkannya seperti tahlil, maulid Nabi, haul dan amaliah keseharian warga NU yang lain bukanlah bid’ah yang sesat seperti yang diklaim sepihak oleh Wahabi dan antek-anteknya. Allahu A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Aswaja NU Center Pakong - Buletin Kiswah © 2015. Powered by Sumberpandan.com
Atas